Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Rahasia Sebuah Rasa

 Bagian V Best Friend Till Jannah, Yes? "Nadia? Kamu Nadia, kan?" tanya Adi. Nadia tak menjawab. Ia masih terdiam terpaku menatap Adi yang berada persis didepannya. "Mmmmh, bukan! Maaf anda salah orang!" serunya sambil berlalu cepat. Nadia cepat merogoh kantung celananya. Entah kemana langkahnya menuju, ia terus saja berjalan dengan perasaan tak karuan saat ini. Dengan berusaha tenang ia mencari nomor telepon Bima. Bima mengangkat telepon dan mendengar suara Nadia mengiba di ujung sana. "Maaf ya, Bim. Tolong antrikan sotonya ya. Kasihan Asih nanti kalau ngga dibeliin. Tadi aku kebelet pipis." "Iya-iya. Terus kamu sekarang ada dimana, Nad?" Bima segera menutup teleponnya. Nadia memaksa untuk menunggunya saja dan kembali ke hotel bersama-sama. Bima sudah tidak melihat lagi Adi berada ditempat ia bertemu dengan Nadia tadi. Membuat dirinya sedikit gelisah, kalau-kalau Adi bertemu dengan Nadia lagi. "Maaf mba, boleh saya mengantri duluan, mmmh...

Rahasia Sebuah Rasa

 Bagian IV Berdebar Setiap Langkahku Untuk Menjauh Namun Takdir Membuatnya Dekat Nadia menarik bantal dan langsung menutupi kepalanya sesaat mendengar alarm jam empat pagi bergema di dekat telinganya. Sedikit kesal karena suara alarm yang super nyaring itu dan sang empunya gawai-Asih tidak bergerak sedikit pun dari tidur lelapnya. Nadia pun mengintip sedikit dari balik bantalnya, dilihatnya gawai Asih - jam empat lewat lima menit, masih terlalu pagi, sholat subuh juga belum waktunya, ia pun berlalu melanjutkan tidurnya kembali setelah mematikan alarm dan menyembunyikan gawai Asih di dalam laci sebelah tempat tidurnya. Nadia dan Asih menginap di salah satu hotel di daerah Magelang sekitaran Jalan Cempaka, kurang lebih 30 menit berkendara untuk sampai ke Candi Borobudur. Selama sepekan cuti, mereka sudah mengatur jadwal untuk berlibur seperti menguji suara alto mereka di Sungai Progo nanti, yang berbatasan langsung dengan halaman belakang hotel tempat mereka menginap. Mungkin, mereka aka

Rahasia Sebuah Rasa

  Bagian III Ketika Takdir Mempertemukan Kita Kembali Suatu hari di bulan Mei tahun 2019. "Wagelash!!! Naaaad!!!" teriak Asih dari meja kerjanya. "APAAN!? YA ALLAH, NGGA USAH TEREAK-TEREAK, SIH!" "Idih! Berasa kantor milik sendiri ya, Nad. Kamu, tuh yang teriak-teriak." "Kaget, tau, Markonah!" Asih terkekeh geli. Ia pun beranjak dan menghampiri Nadia ke mejanya. Untungnya, ruangan kerja mereka terpisah dari bagian yang lain. Harus melewati sebuah lorong jika menuju masuk ke ruangan mereka. Mau konser, mau ngadain demo masak, demo tagihan listrik naik, mau tidur, mau nonton drama Korea juga bebas. Ruang kerja mereka merupakan ruangan besar bercat putih dan didominasi oleh partisi berwarna merah. Terdapat tiga ruangan kerja lagi didalamnya. Ruangan kasir, ruangan Department Head, dihuni oleh Pak Ribut-bos pertama Nadia dan Asih, si Bapak Sibuk, letaknya pas disebelah kasir, dan satu ruangan besar yang penuh pernak pernik oleh-oleh dari luar negeri,

Rahasia Sebuah Rasa

Bagian II Hati Yang Tersakiti   "Apa kabar, Nad?" sapa Nia sambil memeluk erat tubuh Nadia, "Kangen, lama ngga ketemu, nih!" katanya lagi, masih memeluk Nadia. "Eh, iya, alhamdulillah baik," jawab Nadia tersenyum. Nampak raut getir di wajahnya. Bima tampak kikuk karena kedatangan Nia, tapi sebenarnya dia lebih mengkuatirkan Nadia. ' Bangsat, kamu, Di!'  batin Bima mengumpat, teringat pesan Mas Adi yang barusan dikirimkan kepada Nadia. "Eh, aku duluan, ya, ngga apa-apa, kan, aku tinggal?" tanya Nadia kemudian. Bima menoleh cepat dan melotot ke arah Nadia, "Iyalah, masak aku jadi obat nyamuk, kan aku imuuut," kata Nadia masih sempat bercanda. "Lah, kan, aku juga baru nyampe Nad," kata Nia dengan wajah sedihnya. "Nah, itu dia, aku kebetulaaaan banget ini ada keperluan mendadak dangdut yang ngga bisa ditunda Nia," katanya, "Eh, kan ada babang, nih," kata Nadia sambil menyikut Bima. Nadia mendelik tajam

Rahasia Sebuah Rasa

BAGIAN 1 TENTANG AKU, KAU DAN DIA Dedaunan perlahan berubah warna 10 tahun yang lalu   Suatu hari di bulan Februari tahun 2010. Nadia terisak. Bulir air mata mulai terbendung penuh tampak akan segera jatuh. Cepat-cepat ia mengambil tissue yang berada disampingnya dan mendaratkannya di kedua matanya. Sesaat kemudian Nadia menyambar gawai didepannya. Segera mengetik pesan dan mengirimnya. Nadia : Bim ... aku kayaknya ngga sanggup lagi mau nerusin ini 😣😢 Bima : Kenapa lagi? Nadia : Dao Ming Tse selingkuh😭 Bima : Dao siapa? Kamu punya pacar?! Nadia : Bukaan aku! Pacarnya san cai. Bima : Ckckck. Itu siapa, sih?! Nadia : Meteor Garden. Ih, kudet amat😭 Bima : Ya Allah! Kirain apa. Aku lagi nyetir. Nadia : Jemput, dong. Sekalian traktir makan. 😁 Bima : Siap-siap. Raut muka Nadia pun berubah menjadi ceria. Ia segera menutup laptopnya dan bergegas berganti baju. Ah, Bima memang sahabat sejatinya. Apa saja permintaan Nadia selalu saja diturutinya. Rasanya sudah cukup memilikinya sebagai seor