Gara-gara Cerpen Curhatan Gadis Galau




Hah?!!! Oh My God!! Jerit Abel setelah mengetahui salah satu karyanya bocor dikalangan teman-teman sekantornya. Wajahnya merah padam. Rasanya berat kaki ini untuk melangkah. Haah… Jika saja bisa langsung resign dari kantor ini, angannya konyol dan berlebihan.
Abel memang baru beberapa bulan bekerja di kantornya. Dan salah satu hobinya menulis. Hanya teman-teman lamanya yang tahu hobinya ini. Abel lumayan cukup terkenal dengan beberapa karyanya dulu. Lain halnya dengan lingkungan barunya saat ini. Perlu adaptasi dan mengenal individu masing-masing. Tentu saja bukan karena hobi menulisnya Abel merasa hidupnya tiba-tiba terhenti sejenak dan bukan pula karena cerpennya yang bocor di kalangan teman-teman sekantornya.
Beberapa hari sebelumnya, Abel merasa bersemangat sekali untuk menorehkan kembali jari-jari lentiknya di atas keyboard. Ia memulai karya sederhananya, terinspirasi oleh pengalaman pribadinya. Sayang jika tidak di dokumentasikan, pikirnya. Hal yang lumrah jikalau di lingkungan yang baru, kadang kita merasakan kagum terhadap seseorang. Itulah yang dirasakan Abel saat dia memutuskan untuk menuliskan perasaannya saat itu.
Ya ya ya…Abel benar-benar menuliskan sesuai dengan kejadian perkara. Tanpa nama alias atau nama samaran daerahnya. Semuanya tertuang dengan sangat jelas menggambarkan suasana di kantor barunya, kantor tempat ia bekerja sekarang. Mulai dari percakapannya dengan teman satu mess-nya, Lidya. Untungnya saja, bintang utama dari curahan hatinya saat itu tidak ia sebutkan. Mungkin saja akan menjadi kenyataan, surat resign akan segera menyusul ke bagian HRD. 
Abel memejamkan matanya. Masih dalam perasaan shock berat. Tak habis pikir. Cerpennya memang sangat sederhana. Bercerita tentang kekaguman seorang wanita kepada seorang pria. Tak berharap banyak untuk balasan perasaannya itu. Ia hanya sekedar kagum, tak ingin memiliki. Namun, tambahan rasa malunya tak lain tak bukan karena Abel telah iseng mempostingnya di media sosial, di salah satu situs khusus kumpulan cerpen karya anak bangsa.
Abel masih berpikir keras, bagaimana bisa cerpennya bisa bocor di kalangan teman-teman sekantornya. Sebenarnya ia tahu, media sosial adalah tempat yang paling mudah untuk mencari sesuatu. Tapi, ia sudah memikirkan bahwa persen kemungkinan untuk dibaca oleh teman-teman terdekatnya sangatlah kecil. Apalagi ceritanya tentang perasaan kagumnya, dengan salah satu karyawan di kantornya juga. Abel melengos memelas. Ingin rasanya menghilang dari dunia ini. Seandainya saja ada Doraemon, khayalnya.
Keesokan paginya sesampainya dikantor, Abel segera mengambil langkah seribu menuju ke ruangannya. Sejenak ada perasaan, kalau ada beberapa mata yang tertuju kepadanya. Pikiran jelek mulai menggelayutinya. Mungkin semua ini karena cerpen bodoh itu. Abel hanya bisa pasrah kali ini. Ketika sudah ada beberapa orang yang mulai memanggilnya dengan sebutan Gadis Galau. “Eh, ada mbak gadis galau. Mau foto copy ya, mbak” kata Mang Udin tukang cleaning  di kantor. Abel tertohok, mulutnya hanya bisa manyun, dan tawa yang dipaksakan. Ia pun mengangguk lemas kepada Mang Udin.
 “Aku malu, Lid” kata Abel kepada Lidya yang sedari tadi menahan tawanya.”Untung saja ya, kamu tidak jujur soal namanya waktu itu” kata Lidya,  Abel pun mengangguk pasrah. “Emang, siapa sih Bel, pria itu?” tanya Lidya kemudian, ingin tahu. Abel dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Aduh, Lidya. Aku cuman kagum saja, kok. Engga lebih” jawab Abel cepat. Lidya mengatupkan mulutnya. Menahan senyum.
Sepertinya, untuk beberapa hari kedepan trend topic dikantor saat ini adalah siapakah gerangan pria yang Abel kagumi, yang membuat hidupnya berasa sangat bersemangat sekali. Abel semakin shock, manakala ia mendengar dari Lidya bahwa cerpen yang Abel buat tengah dibicarakan di sebuah grup di media sosial, tentu saja orang-orangnya hanya sebatas teman kantor Abel. Tapi tetap saja, tak mengurangi sedikit pun rasa sedih yang menggelayuti Abel.
Sebenarnya ada perasaan bangga di hati Abel. Karena cerpen yang ia buat tengah nge-trend dibaca oleh teman-temannya. Terbersit dihatinya, untuk apa malu dengan cerpennya. Tidak mengandung SARA dan tidak plagiat, kok, pikirnya.
Abel pun melangkah cantik hari ini. Ia tidak peduli lagi dengan banyaknya orang-orang yang penasaran dengan pria misterius ini. Ia terus berjalan dengan percaya dirinya. Terkadang melambai kepada teman yang tersenyum modus kepadanya. Yah modus ingin tahu siapakah gerangan pria misterius itu. Dan tiba-tiba saja, bruk. Tubuh mungil Abel menabrak seseorang. “Eh, maaf!” seru Abel cepat sambil mengumpulkan kertas-kertas kerjanya yang berhamburan. Ferdy tersenyum, sambil membantu Abel mengumpulkan kertasnya. “Oh, eh. Mas Ferdy” kata Abel celingukan. “Hati-hati, Bel” katanya singkat tersenyum dan berlalu. Abel melengos.
Abel mengandai lagi, jika saja orang-orang tidak ingin terlalu tahu siapa pria misterius itu. jika saja orang-orang seperti Ferdy. Tidak ingin tahu urusan orang. Huh, gumamnya dalam hati.
to be continued..... :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curriculum Vitae

Rahasia Sebuah Rasa

Rahasia Sebuah Rasa