Pilihan Hati
Tok
tok tok. Terdengar suara pintu diketuk. “Arnela” panggil suara dari luar. Tok
tok tok. suara pintu terdengar lagi. “Arnela” panggil suara itu lagi. Arnela
yang sedang tertidur pulas pun mulai tersadar dari lelapnya ia lalu menyibakkan
selimut yang membungkus dirinya. Arnela menengok jam yang ada di handphone-nya yang terletak pas di bawah
bantalnya, waktu menunjukkan hampir jam 12 malam. Ia menghela nafas panjang.
Merasa kesal karena harus terbangun pada waktu selarut ini. Dengan malas ia
menggerakkan badannya. Matanya masih berat untuk terbuka. Dengan langkah
gontainya, sambil mendengar ada suara gaduh kecil dari luar, ia menggapai
gagang pintu kamarnya. Ceklek. Dengan sedikit membuka pintunya, Arnela
mengintip. Ternyata, diluar kamarnya sudah berdiri Sinta, Eka, dan Wulan. Arnela
mengernyitkan dahinya.
“Kenapa?” tanya Arnela. Ketiga
temannya hanya tersenyum kecil sambil memandanginya. “Ada seseorang yang ingin
bertemu kamu, Nel” jawab Shinta. Arnela semakin menjadi keheranan kali ini. Ia
menyipitkan matanya, sambil menerawang, siapakah gerangan yang ingin bertemu
dengannya di tengah malam begini? Bapak sama Ibu? Tidak mungkin. Dosen? Lebih
tidak mungkin lagi. Hantu? Pikiran Arnela tiba-tiba buyar. “Siapa, Shin?” tanya
Arnela kembali. Namun, Shinta, Eka, dan Wulan masih dengan wajah yang sama
dengan cengir kudanya. “Lebih baik kamu merapikan baju dulu, Nel,” sahut Eka.
“Iya, tidak sopan ada tamu tapi dengan wajah kusut begitu” timpal Wulan sambil
tersenyum.
Arnela menutup pintu kamarnya.
Meninggalkan ketiga temannya-yang entah bagaimana, wajahnya sangat cerah
sekali. Sambil malas mengganti piyamanya, Arnela kembali melamun. Menerka-nerka.
Selama
hampir 10 menit Arnela, Shinta, Eka dan Wulan duduk santai di ruang tamu di
kontrakan mereka. Dengan wajah yang semakin mengantuk, Arnela semakin dibuat
cemberut oleh ketiga temannya. Sementara ketiga temannya memasang wajah cerah masih
dengan cengir kudanya. Arnela semakin gusar, dilihatnya jam di dinding, hampir
3 menit lagi pas menunjukkan pukul 12 malam.
“Katanya ada tamu, mana?” tanya
Arnela jutek. “Sebentar, sebentar lagi…” jawab Eka. Dan bener saja, sedetik
kemudian ada suara pintu diketuk. “Itu pasti dia!” seru Shinta cepat. Wulan
dengan sigap langsung lari menuju pintu, diikuti oleh Shinta dan Eka. Arnela
ngenes, hanya duduk sambil memegang remote
tv. “Arnela!” panggil Shinta. “Sini!”. Dengan malasnya Arnela pun bangkit dan
melangkah menuju pintu. Sambil terus menerka, dan mengingat-ingat sesuatu yang
terlupakan. Laksana ada sebuah kolam berisi balok-balok es besar jatuh menimpa
tubuh Arnela. Tiba-tiba ia merasakan dingin di tubuhnya, langkahnya semakin
gontai, tangannya dingin dan bergetar sedikit. Ini tanggal 11 April. Iya. Ini
hari ulang tahunnya, pas jam 12 nanti. Apakah ada surprise, gumamnya dalam hati. Dengan sedikit kikuk, Arnela
melongok keluar pintu. Dilihatnya sesosok pria, sambil membawa bingkisan yang
tampaknya kado untuknya. Pria yang diketahuinya sudah lama menaruh hati kepada
Arnela. “Selamat ulang tahun, Nel” kata Fahmi-nama pria itu-sambil menyerahkan
kado yang sedari tadi dibawanya. Arnela tertegun, sambil mengambil kado
pemberian Fahmi, ia melongok kearah teman-temannya. Bingung.
“Maafkan aku ya Nel, mungkin
mengejutkanmu, di tengah malam begini”. Kata Fahmi kemudian-sedikit gugup.”Sengaja
aku tunggu hari ini, karena ada sesuatu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu,”
lanjutnya.”Mungkin kamu sudah tahu, tentang perasaan aku selama ini, aku
mengagumimu, mmmmm…. Aku menyukaimu, Nel” kata Fahmi dengan wajah yang berbinar
kemerahan seperti tomat masak. Arnela semakin kikuk dibuatnya. Dalam hatinya
sudah bisa menerka, bagaimana ending
dari semua ini.”Nel, aku ingin mengenalmu lebih jauh, aa.. aku berharap kamu
menerima perasaanku”.
Cinta itu indah. Setidaknya seperti
itulah, secara umum dan sederhana yang banyak orang pahami tentang defenisi
cinta. Bukankah akan terasa indah jika ada sepasang kekasih yang tengah dimabuk
asmara, si perempuan akan merasa bangga dan tersanjung manakala si pria mengutarakan
cinta kepadanya, dari situlah cinta menjadi indah. Tapi lain halnya dengan
Arnela, sudah beberapa hari ini dia berusaha memahami hatinya sendiri. Entah,
setelah menerima cinta dari Fahmi, tak satupun perasaan bahagia mengiringinya.
Kadang terbersit di hatinya, muncul penyesalan karena sudah menerima cinta dari
Fahmi, namun cepat-cepat ia tepis pikiran itu.
Hari demi hari telah terlewati, tak
terasa sudah sebulan Arnela merajut kasih dengan Fahmi. Tapi, tak pernah
sekalipun Arnela terlihat berdua bersama Fahmi. Walaupun hanya untuk sekedar
pergi menonton bioskop, makan bersama, apalagi menyoal antar jemput ke kampus.
Selalu ada saja alasan yang dilontarkan Arnela manakala Fahmi berusaha
mengajaknya pergi bersama. “Maaf mas,,, aku tidak bisa. Lagi banyak tugas dari
dosen” kata Arnela ketika Fahmi mengajaknya ke toko buku.
Kadang Arnela merasa sedih jika
melihat ekspresi dari Fahmi. Ada perasaan tak tega tapi cenderung menolak
setiap ajakan Fahmi. Arnela tahu betapa kecewanya Fahmi kepadanya, tapi Fahmi
tak pernah sekalipun mempertanyakan sikap Arnela. Entah karena sebegitunya
cintanya kah Fahmi kepada Arnela, atau tak mengertikah Fahmi bahwa Arnela
sebenarnya tak mencintainya. Kenyataannya, sudah hampir dua bulan Arnela
berusaha membangun rasa kepada Fahmi. Setiap kali ia berusaha, setiap itu pula
kepingan hati Arnela menolak cinta dari Fahmi. Arnela semakin tertekan dengan
keadaan ini. Ia pun menceritakan perihal perasaannya kepada Shinta.”Beri waktu
buat Fahmi, Nel. Tiga bulan saja” pinta Shinta kepada Arnela. Arnela melengos.
Permintaan Shinta terlalu berat untuk dijalani, mana mungkin ia sanggup
menunggu sampai tiga bulan nanti.
Makin hari Arnela makin antipati
terhadap semua perhatian Fahmi. Mungkin bisa dibilang, Arnela begitu tega
kepada Fahmi. Arnela sudah malas menerima telepon dan menjaga jarak dari Fahmi.
Aku harus mengambil keputusan, katanya
dalam hati. Arnela tidak ingin berlama-lama dalam situasi seperti ini.
Kebesaran hati Fahmi membutakan rasa kecewanya sendiri. Arnela tidak ingin
berlarut-larut menyakiti Fahmi. Arnela pun tahu, bahwa sebenarnya Fahmi sangat
bersedih dengan setiap penolakannya. Fahmi orang baik, ia pantas mendapatkan
yang terbaik pula. Tapi ini soal perasaan. Cinta tidak bisa dipaksakan. Arnela pun
menjadi tidak bahagia, begitupun Fahmi. Bagaimana cinta bisa indah jika tak ada
kebahagiaan bagi keduanya.
Hari itu akhirnya Fahmi bertemu
Arnela. Walaupun sebenarnya Fahmi sudah bisa menduga tujuan Arnela datang
menemuinya, ia berusaha tegar.”Aku minta maaf ya, Mas. Maaf selama ini aku
tidak bersikap baik kepadamu, maaf aku tidak bisa membalas cintamu” kata Arnela
setelah selesai meluapkan segala yang ia rasakan. Fahmi hanya tersenyum, tampak
tegar sekali. Sesaat Fahmi menundukkan wajahnya, kemudian memandang Arnela
kembali. Tersenyum.
Komentar
Posting Komentar